Separation Anxiety

Ada masanya waktu berputar. Kalau dulu anak-anak nangis pilu ketika ditinggal gue ke kantor, sekarang gue yang gundah gulana berhari-hari ketika ditinggal anak tertua kuliah dan ngekost di Yogya.

Separation is hard. Menjelang hari kepindahan, mendadak asam lambung naik. Migren muncul. Semua serba salah. Antara senang, bangga, excited, tapi terus sedih bayangin anak akan sendirian, makan apa nanti, gimana kalau sakit, disini gue ngemall makan enak tapi disana dia cuma di kost’an makan seadanya. Mellow.

Separation is never easy. Ketika hari berpisah, peluk erat dan isak tangis di stasiun. Di dalam kereta dari Tugu ke Bandara, air mata ngga berhenti ngalir. Sampai rumah, hati rasanya pilu lihat sofa tempat biasa dia duduk. Buka hp, scroll pictures, mellow lagi liat selfie picsnya. Di supermarket, otomatis jajanan favoritnya diambil dan masuk ke troli. Potong kue, ah sedih lagi, ngga bisa makan bareng-bareng. Ngetik ini aja, udah mulai mengambang air mata.

But separation teaches you lessons. Your child, is not yours. They belong to their life. They have their own path. When we separate, we give them time and space for them to grow. When we’re away, we’re building trusts.

And separation makes you and them stronger. We let them make their own calls, run into mistakes, and taste the bitterness of life.

Adult by age, my little baby girl by default.