Separation Anxiety

Ada masanya waktu berputar. Kalau dulu anak-anak nangis pilu ketika ditinggal gue ke kantor, sekarang gue yang gundah gulana berhari-hari ketika ditinggal anak tertua kuliah dan ngekost di Yogya.

Separation is hard. Menjelang hari kepindahan, mendadak asam lambung naik. Migren muncul. Semua serba salah. Antara senang, bangga, excited, tapi terus sedih bayangin anak akan sendirian, makan apa nanti, gimana kalau sakit, disini gue ngemall makan enak tapi disana dia cuma di kost’an makan seadanya. Mellow.

Separation is never easy. Ketika hari berpisah, peluk erat dan isak tangis di stasiun. Di dalam kereta dari Tugu ke Bandara, air mata ngga berhenti ngalir. Sampai rumah, hati rasanya pilu lihat sofa tempat biasa dia duduk. Buka hp, scroll pictures, mellow lagi liat selfie picsnya. Di supermarket, otomatis jajanan favoritnya diambil dan masuk ke troli. Potong kue, ah sedih lagi, ngga bisa makan bareng-bareng. Ngetik ini aja, udah mulai mengambang air mata.

But separation teaches you lessons. Your child, is not yours. They belong to their life. They have their own path. When we separate, we give them time and space for them to grow. When we’re away, we’re building trusts.

And separation makes you and them stronger. We let them make their own calls, run into mistakes, and taste the bitterness of life.

Adult by age, my little baby girl by default.

Perjodohan


Namanya JLa. Betina. Waktu itu umurnya sekitar 8-9 bulan. Masih kecil, masih suka petakilan main dan lari sana sini. Tapi untuk kucing betina, umur segitu adalah umur pertama kali mereka birahi. What her body wants, she couldn’t resist. Mating season.

 

Namanya Chewie, short from Chewbacca. Jantan. Umurnya sekitar 2 tahun lebih dan sudah disteril. Perubahan setelah disteril: jadi petakilan seperti kucing kecil, makan makin banyak dan badan makin berat! Tapi yang jelas, semakin dia besar, semakin kece dia. Laaff!

 

Panggil saja dia Michael. Jantan. Kucing tetangga, entah rumah yang sebelah mana. Pertama kali datang ke rumah waktu JLa lagi birahi. Mungkin aroma birahinya yang bertebaran kemana-mana mengundang Michael untuk mampir ngecek. Sejak pertama kali main ke rumah, sampai sekarang Michael masih sering mampir. Biasanya datang setelah magrib.

Ada satu lagi kucing yang beredar di rumah pada saat JLa birahi. Kucing lokal. Sebut saja dia Ujang. Berpenampakan seperti kucing lokal pada umumnya: kurus, nggak ganteng, tapi gesit.

                                                                ~~~~~~~~~~

Awalnya gue nggak ngeh kalau it was mating season for JLa. Tapi setelah ada perubahan-perubahan perilaku yang jelas-jelas menunjukkan bahwa JLa sedang birahi, barulah gue sedikit panik. Panik karena Chewie sudah disteril. Pilihannya pada waktu itu adalah membiarkan sampai ada kucing lokal datang atau mencarikan penjantan rumahan untuk JLa. Tapi we were running with time karena masa birahi hanya beberapa hari. Pasrah. Sampai kemudian satu malam, muncullah Michael dan Ujang, sama-sama ngedeketin JLa. Dan, just like any mom would do to her daughter, gue skrining dua kucing jantan yang lagi ngedeketin JLa itu. Dimulai dari penampilannya.

Dari segi penampilan, jelas-jelas Michael sang pemenang. Si medium persia ini punya fisik yang bagus serta terlihat sehat dan terawat. Perawakannya sedang tapi cukup kekar. Bulunya halus meski tidak begitu tebal. Mukanya juga lumayan ganteng. Mamak yang sedikit terobsesi untuk mendapatkan pejantan dari kelompok ras untuk JLa, tentu langsung memilih Michael. Udah kebayang lucunya anak-anak mereka, campuran JLa yang mix mainecoon-persia-lokal dengan Michael si medium persia. Cucok!

Singkat cerita, setelah diawali drama di pagi hari, akhirnya Michael berhasil dikandangkan bersama JLa. H2C juga takut kepergok si pemilik, nanti dikira gue nyulik kucing dia. Padahal kan cuma pinjem aja buat dikawinin, nggak niat buat diambil.

Waktu gue tinggal ke kantor, dua kucing itu di kandang saling serang. Aneh juga, padahal waktu belum sekandang, mereka oke-oke aja. Si JLa sama sekali nggak masalah dideketin Michael. Sampai akhirnya Michael dibebastugaskan oleh nyokap (baca: dilepas) sekitaran jam 9 pagi karena menurut nyokap mereka nggak berhenti-henti berantem bahkan si Michael diserang terus sama JLa. Whew, talk about female’s hormone here!

Jadi Saudara-saudaraku yang budiman, cinta itu tak bisa dipaksakan. Perjodohan, tidak apa mereka saling dikenalkan, tapi lebih baik hanya sampai disitu saja. Selebihnya biarkan berjalan sendiri. Kadang memang orangtua terdorong untuk mencarikan (jodoh) yang terbaik (menurut versi orang tua) untuk anaknya, tapi kalau tidak ada rasa suka atau cinta, tak usahlah dipaksakan sampai dikandangin bareng segala. Biarkan hati yang berbicara dan menuntun langkahnya. 

Tsaahhh!

 

In Memoriam – JLa.

Teenager and the world they live in

Pernah dengar Menfess?

Menfess (Mention Confess) adalah salah satu fasilitas di Medsos berupa pesan atau kata-kata yang ditujukan untuk seseorang tanpa ada identitas pengirim (anonym). Biasanya si menfess ini dipakai untuk menyatakan perasaan suka/crush ke orang yang lagi ditaksir. Tapi, ada juga yang pakai menfess ini untuk ngebully orang, istilahnya “bashing”. Bashing ini berupa perkataan yang menjelekkan seseorang, terlepas dari benar atau tidaknya hal tersebut. Mirip haters lah kalau di dunia perselebritian.  Once you send menfess and tag orang yang dituju, then seantero rakyat medsos akan baca menfess itu di timeline mereka.

Kalau Bullying?

Dari seminar Parenting mengenai Bullying yang gue ikuti kemarin, Bullying adalah perlakuan tidak menyenangkan terhadap orang lain yang dilakukan secara berulang dimana korban merasa tertekan dan si pelaku mendapatkan kepuasan dari apa yang sudah dilakukannya. Bullying ini bisa secara verbal, fisik ataupun tulisan.

13 Reasons Why

Ini adalah film seri di Netflix yang diadaptasi dari novel karya Jay Asher. It is about a teenage girl who commits suicide and there are 13 reasons why she chose to do that.  Summarized from those 13 reasons, it is all about bullying and the effects it caused.

Bullying, Loneliness, Depression

Minggu kemarin, anak gue cerita kalau dia dapat kiriman menfess, a bashing one. She showed it to me and all I could say about that, it was all trash. Harsh.  Gue bisa lihat betapa sedihnya dia, kesal, dan hancur hatinya akibat si menfess ini. It was her 3rd menfess.

Lucky me, anak gue termasuk tipe ekstrovert. She likes to share stories about her friends and school. Not an open-book one, but I am glad she doesn’t keep everything by herself. Jadi waktu kemarin dia cerita mengenai kiriman menfess itu, gue bisa langsung intervensi.

Bashing menfess ini menurut gue sudah masuk ke dalam kategory bullying. Berulang kali dan jelas bikin orang yang dituju (dalam hal ini anak gue) merasa sangat tidak nyaman. And thanks to technology, the sender will stay clean.

“Ah, namanya juga anak-anak..”

Really?

Bisa bayangin nggak, kalau yang terima bashing menfess ini anaknya pendiam dan introvert. Keep everything by her/himself. Cerita ke temennya aja nggak, apalagi ke ortunya. Gue aja, as an adult, baca menfess itu ngerasa terganggu, gimana anak-anak abege itu yang masih labil emosinya. Mungkin akan ngerasa this is the end of the world. Dikirimin menfess dan seantero jagad medsos akan baca isi menfess tsb. Humiliated. Apalagi kalau isi menfess itu sama sekali tidak benar.

Hannah Baker, tokoh utama di 13 Reasons Why, memutuskan untuk bunuh diri karena mendapatkan serangkaian perlakuan tidak menyenangkan dari teman-teman di sekolahnya. Bullying. Direct and indirect. Physically, verbally and in writing.

Persahabatan yang dia jalin dari awal tahun ajaran baru, kemudian pecah karena masalah asmara dan kesalahpahaman. Keinginan untuk bisa diterima di pergaulan dan berteman dengan anak-anak yang dianggap keren di sekolah, menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Orang tua yang diharapkan menjadi tempat pertama untuk berkeluh kesah, sibuk dengan urusan mereka sendiri. Loneliness.

Loneliness leads to depression. Depression leads to agressive behaviour or self-destructing behaviour. But life cannot be detached from depression. How a child  is raised and taught to handle depression and how to make a child feel loved, happy and appreciated so they  can build their self-confidence and love themselves, those what matter.

Parents, let us be aware and sensitive with our children behaviour. Please do not regard every joke as “oh it’s only a joke for laughing material“. Have your children understand about the difference between bullying and joking. Teach your children to have empathy for other people’s feelings, let them be in someone else’s shoes. Yet, they need to be able to stand up and speak up for themselves. We won’t be able to be around them all the time. It is them who will deal with all the cruelty and unfairness of the world. Yes, life can be mean and it starts from their younger days.

Godspeed.

Apples to my Eyes, Lights to my Soul

Jumat, 18 Nov 2016..

Lagi asyik nyetir on the way ke sekolah si Kakak dan kantor, tiba-tiba di tengah jalan tol badan gue mendadak berasa dingin. Mulai dari kaki, tangan, rasa dingin perlahan tapi pasti menjalar ke seluruh tubuh. My hands started to shake. I thought the blame was on air-cond. Turned it off, opened the car window, but it didn’t help. Mulai panik.

Keluar tol Halim, rasa dingin makin menguat. Tangan gemetar semakin kencang. Suddenly I felt so weak and headache hit me. Makin panik. I didn’t know what happened to me. Tried so hard to stay awake and focus on the road. Asked Kakak to rub my back to give some warmth, instead she searched for minyak angin then put it all over my back. She started to cry and call me, and I can’t help myself crying. Kaki gue dingin sedingin-dinginnya dan gue sempat berpikir “wah lewat deh nih gue”. Istighfar dan Syahadatain, cuma itu yang bisa keluar dari mulut gue. Doa gue semoga kalau memang ini waktunya untuk lewat, Kakak masih bisa aman selamat nggak kurang satu apapun.

I decided to reroute to my mom-in-law’s house. Along the way, Kakak hugged me so tight, put minyak angin on my back and neck, held my hand, threw her clothes around me and didn’t stop calling me. She did her best to make me stay awake and keep me warm. She cried and I knew she was panic. I tried to calm her down but she was a big girl who understood that something bad would happen if I couldn’t make it to the house.

Finally we made it to the house, Kakak made it to the school, and later on I made it to the hospital. I  had fever of 39.7 deg Celcius, very weak, and my body ached. 

Image result for mom and daughter

 

When I reflected on what had happened that Friday morning, I realized that my little girl had grown up. It was still clear on my mind how she spontaneously searched for minyak angin to give me some warmth when I told her that I was so cold and could she please rub my back. Her reactions as a 12 yo girl amazed me, apalagi dia pasti lagi panik maksimal waktu itu. Even me as an adult, belum tentu bisa bereaksi secepat dan sebagus itu. Her hug and hand held, those what strengthened me at that time. Her calling me, that was like a chant inside me urging me to fight whatever illness/condition I was having at that time. Her crying, that was my power. In a way, her crying telling me that she loves me and she can’t lose me. And I couldn’t afford to lose her either.

I am just an ordinary mom. Flaws are my middle name. Cranky is around the corner when things are not as Mom expect them to be (hah !). I often wonder if I raise my daughters well, teach them well or drill them well enough to face the life. But what had happened that Friday morning, it removed my worries. 

I always try to be a good mom for my daughters. No one is perfect, not me nor my daughters. But I know I have loved them since they were only a black spot inside my womb, and will always love them for whatever they are. I know that, like every other mom in this world, I would do everything for them. 

Apples to my eyes, Lights to my soul. Please don’t grow up so fast.

 

 

 

 

 

Cium Tangan

This may sound pathetic for some of you, tapi setelah bertahun-tahun punya anak baru sekarang gue dapat kesempatan untuk tiap hari antar salah satu anak gue (si Kakak) ke sekolahnya.

Awalnya kegiatan rutin setiap hari sekolah ini hanyalah sebatas mengantarkan sampai pintu gerbang sekolah. Kemudian tunggu si Kakak berleha-leha sejenak di dalam mobil sampai akhirnya dia turun dan gue langsung jalan lagi ke kantor.

Tapi kemudian, watching kids-drop-off activities every morning menjadi sesuatu yang menyenangkan pada akhirnya. Gue jadi tahu anak mana yang di minggu-minggu pertama awal sekolah masih diantar dan ditungguin oleh ibunya di gerbang sekolah sampai jam masuk bunyi. Gue jadi hafal, mobil ini biasanya parkir di sebelah mana atau mobil itu datangnya pasti selalu setelah gue sampai di sekolah. Gue juga jadi tahu kebiasaan teman sekelasnya si Kakak yang ibunya setiap hari mengantarkan anaknya sampai ke dalam sekolah dan mereka berdua jalan sambil bergandengan tangan. Anak cowok lho, and it looks like he doesn’t mind at all to be seen holding hands with his mom. What a bonding. Admire you for that, Mom !

Satu hal yang menarik di setiap drop-off activities adalah momen ketika anak mencium tangan ayah/ibunya sebelum dia turun dari kendaraan. Dan ini yang bikin gue suka melow nggak jelas waktu melihatnya. Karena it did cross in my mind that untuk anak tingkat SMP apalagi yang tinggal di ibukota, kebiasaan cium tangan ayah/ibu perlahan (mungkin) mulai ditinggalkan. Tapi ternyata gue salah.

Semua anak yang diantar ayah/ibunya pasti cium tangan before they are parted. Dari yang cium tangannya khusyu dan khidmat, sampai yang cium tangan sekadarnya sambil lari turun dari kendaraan. Sampai-sampai ada anak yang tangannya ditarik lagi oleh ayahnya karena ayahnya masih ingin cium kening anaknya sebelum si anak masuk ke sekolah. What a view !

Hasil gambar untuk cium tangan

Cium tangan atau salim bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah menjadi tradisi, yang berarti sebagai penghormatan kepada orang yang lebih tua atau dituakan. Beda dengan jaman gue dulu, anak-anak sekarang sudah dibiasakan untuk mencium tangan orang yang lebih tua dari mulai mereka kecil. Pembiasaan ini pun diajarkan dari tingkatan sekolah yang paling awal (PAUD/PlayGroup). Bahkan di beberapa sekolah, termasuk di sekolah anak-anak gue, setiap paginya beberapa guru akan berbaris rapi di gerbang sekolah untuk menyambut para murid yang datang. Murid yang datang pun kemudian berbaris rapi untuk bergantian mencium tangan para guru tersebut.

Tak hanya sebagai penghormatan kepada orang yang lebih tua, cium tangan pun kerap dilakukan oleh para pasangan sebagai bentuk cinta kasih dan admiration. Juga dalam beberapa tradisi, cium tangan kerap dilakukan kepada seseorang yang dianggap sebagai tokoh masyarakat.

Nah, yang menariknya lagi, setelah gue perhatiin banyak anak-anak sekarang yang cara melakukan ritual cium tangan ini bukannya meraih tangan kemudian diletakkan di bibir, tapi tangan hanya ditempelkan di pipi atau di jidat. 

Either way, I find it very touching when I see this hand-kissing thing, for whatever reasons behind it. At the end, good habits always preserve themselves.

 

Parenting with Harry Potter

This line from Harry Potter and the Cursed Child has its point.

Harry_parenting

We parents, often think that what we’ve done for the kids are for their best. Picking up the clothes to wear, their hairstyle, or even school they go in to, we do it in the name of love.

It is true that we love them loads that we don’t want them to fail especially in their early stage of life. We want everything to be settled and run smoothly, cos we think that we’ve been there before and now we know what’s best to be done. But then, if they don’t experience how it feels to fall and fail as a result of their own decision, how can they face the real life — the unfair and tough one ?

I’m no master in parenting. I have so many flaws. Even that I’ve taken some parenting classes, but when it comes to daily practice it is a totally different situation.

Parenting has no tutorial and it is a lifetime assignment. You will need to keep learning how to deal with your children, and with yourself.